Rabu, 14 Oktober 2009

Topeng Sosial



Banyak topeng-topeng yang dijual di pasaran dengan beraneka ragam gaya dan model. Topeng-topeng ini dapat berupa topeng badut, topeng anak-anak, topeng orang dewasa, topeng wajah sampai ke topeng berbentuk setan. Topeng-topeng ini tentunya hanya digunakan saja oleh manusia. Ada yang digunakan sebagai atribut untuk menghibur orang lain, ada yang memakai untuk sekedar menghadiri beberapa acara yang bertema topeng dan adapula yang digunakan sebagai bahan untuk mencari nafkah. Namun ada satu lagi topeng-topeng yang tidak diperbolehkan untuk dipakai di wilayah muka dan topeng tersebut tidaklah berbentuk. Itu adalah topeng sosial.

Setiap profesi pasti menggunakan topeng sosial. Topeng sosial adalah sebuah bentuk pertahanan diri yang dibuat oleh manusia. Pertahanan diri tersebut dapat berupa tembok-tembok yang dibangun agar mampu menyesuaikan diri dengan orang lain dan tetap menjaga manusia itu menjadi stabil. Manusia mempunyai beberapa lapisan jiwa dari yang paling dangkal sampai paling dalam. Lapisan yang paling dangkal adalah lapisan yang dibuat sebanyak mungkin agar manusia lainnya tidak mampu menembus ke lapisan yang terdalam. Oleh sebab itu, manusia membuat aneka ragam topeng masyarakat. Semakin banyak topeng yang digunakan maka semakin mudah manusia itu beradaptasi dengan orang lain dan mempunyai banyak teman dan sebaliknya. Namun jika manusia itu tidak mempunyai kesempatan untuk membuka topeng itu, maka manusia tersebut akan hidup dalam kebohongan dirinya.

Banyak profesi yang tersebar di seluruh masyarakat namun profesi yang benar-benar disebut sebagai sebuah profesi itu tidak banyak karena profesi tersebut adalah profesi yang dianggap tinggi dan dihargai oleh orang lain seperti profesi yang berhubungan dengan dunia kesehatan seperti dokter, sinshe, psikolog, dsb. Profesi yang berhubungan dengan dunia pemerintahan, seperti jaksa, polisi, ahli hokum, dsb. Profesi yang berkaitan dengan dunia keagamaan, seperti juru agama, bhikkhu, ulama, dsb dan profesi yang bergerak di bidang hiburan seperti artis. Di samping itu, profesi-profesi yang kurang berperan dalam masyarakat tidak perlu menggunakan banyak topeng sosial.

Saya adalah seorang psikosin (psikolog dan sinshe). Psikolog dan sinshe merupakan profesi yang cukup dihargai oleh masyarakat luas dan cukup tinggi peranannya di dalam masyarakat karena profesi tersebut memang sangat dibutuhkan oleh orang lain. Oleh sebab itu, profesi psikosin seperti ini perlu menggunakan banyak topeng sosial. Seorang psikolog harus dapat menjadi seorang anak kecil jika berhadapan dengan anak kecil, seorang psikolog harus dapat berperan seperti orang yang mempunyai gangguan jiwa agar dapat menyelami dan memasuki dunia mereka dan seorang psikolog juga harus dapat menggunakan berbagai emosi (perasaan) untuk bersimpati dengan orang lain. Seorang psikolog yang baik adalah seorang ahli jiwa yang dapat mengikuti apa yang dirasakan oleh pasiennya namun psikolog itu bukan harus menjadi seperti pasiennya. Ia hanya menggunakan topeng sosial.

Begitu juga seorang sinshe, ia harus menggunakan topeng sosial untuk menjaga kewibawaannya. Ia tidak mungkin dapat menampilkan sikap seorang yang berantakan, berbicara sembrono, pakaian yang tidak rapi, rambut yang gondrong, dsb. Ia harus mampu menjadi contoh yang baik bagi pasiennya walaupun sebenarnya itu bukanlah sifat aslinya. Ia menjadi seperti itu atas tuntutan profesinya.

Topeng sosial memang perlu digunakan sewaktu-waktu terutama di dalam dunia pekerjaan untuk mencari nafkah, namun di luar itu. Psikosin (Psikolog dan Sinshe) juga adalah seorang manusia biasa yang memiliki banyak kelebihan dan kekurangan yang mungkin tidak perlu diketahui oleh orang lain. Ia bersikap profesional demi menjaga orang lain dan dirinya sendiri.

Pengalaman tiap orang akan dapat dimanfaatkan, dan dalam hal ini, seorang pencuri paling efektif mencegah pencuri lainnya, gunakan orang dengan bijaksana agar semua orang memainkan peran dengan baik.

Jumat, 02 Oktober 2009

Saya adalah Psikosin (Psikolog & Sinshe)


Selama hidup ini, tidak pernah terpikirkan olehku mempunyai sebuah kamar praktek dan memakai baju berwarna putih dalam dunia pekerjaanku. Begitu pula teman-temanku tidak pernah menyangka bahwa saya akan menjadi seseorang yang mempunyai kharisma dan dihormati oleh orang lain, karena sejak sekolah dulu saya belum pernah menunjukkan geliat bakal menjadi seorang penyembuh. Kini telah nyata bahwa saya telah menjadi seorang psikosin yaitu psikolog dan sinshe.


Nama psikosin terlahir dimana saya terdorong oleh kesulitan orang-orang memanggil sebutanku apakah saya lebih baik dipanggil sebagai seorang psikolog atau seorang sinshe, atau kedua-duanya. Adapun yang mengira bahwa profesi psikolog itu sama dengan profesi sinshe, padahal berbeda. Oleh dasar itu, maka saya menamakan sebutanku sebagai psikosin, yaitu psikolog dan sinshe, namun tidak menutup kemungkinan orang-orang memanggil saya secara terpisah, yaitu psikolog atau sinshe.


Menjadi seorang psikosin bukanlah merupakan impian terbesar saya sejak kecil, saya belum pernah mempunyai cita-cita seperti itu. Disamping itu juga saya belum pernah menunjukkan ciri-ciri seperti seorang penyembuh. Memang perlu diakui bahwa saya mempunyai sifat penolong yang besar serta tidak peduli dengan kasus apapun itu, seperti menolong/memisahkan anak-anak yang berkelahi, menolong orang yang kesulitan, membantu orang memecahkan masalah hidupnya, mendengarkan curahan hati orang, menemani orang yang dikucilkan oleh lingkungan sekeliling. Memang saya senang membantu orang, itulah sebabnya saya sering disebut sebagai seorang teman yang baik.


Setelah saya lulus sekolah maka tiba saatnya menuju perjalanan jauh untuk mencari jati diri. Di saat itulah saya banyak mengalami kebimbangan jiwa, seperti berpindah-pindah dari satu universitas ke universitas lainnya jadi selama ini saya telah pernah menekuni 7 universitas. Saya pernah mencoba untuk mengambil beberapa jurusan yang memang banyak prospek ke depannya seperti komputer dan ekonomi, namun jurasan itu tidaklah berkenan ke dalam hati saya, kemudian saya mencoba untuk mengambil jurusan filsafat, namun motivasi saya masih kurang kuat sehingga saya memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan itu. Sampai akhirnya saya mengkaji kembali seluk beluk kepribadianku selama ini yang suka membantu orang yang lemah, berteman dengan orang yang lemah dan yang dikucilkan serta memberikan pencerahan solusi kepada orang yang membutuhkannya. Saya juga terkenal oleh beberapa kalangan sebagai seorang pendengar dan pemberi solusi yang efektif, maka atas dasar itu saya mencoba untuk mengambil jurusan psikologi dan akhirnya saya mampu melanjutkan pendidikan itu sampai ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu S2 (Strata-2) dan akhirnya saya dinobatkan sebagai seorang psikolog.


Tidak lama kemudian, keinginan saya mengenai penyakit dan obat-obatan itu timbul begitu saja dalam benak saya, padahal saya belum pernah memiliki ketertarikan terhadap hal-hal itu sebelumnya. Saya mulai tertarik untuk mengunjungi toko buku agar saya dapat mempelajari bagaimana cara kerja tubuh manusia, asal mulanya penyakit dan bagaimana penyakit itu dapat berkembang di dalam tubuh serta cara penangannya. Akhirnya saya berniat untuk mengambil pendidikan pengobatan alternatif, seperti pengobatan akupunktur, refleksi dan pijat pengobatan sebagai langkah untuk merealisasikan keingintahuanku mengenai dunia pengobatan dan ternyata saya mampu menyelesaikan pendidikan formal ini sehingga saya kembali mendapatkan satu gelar kehormatan, yaiu seorang sinshe.


Kini saya telah terlanjur menjadi seorang psikosin, yaitu psikolog dan sinshe. Pakaian saya adalah berwarna putih, Tempat usaha saya disebut oleh orang-orang sebagai tempat praktek, Saya mempunyai suster (asisten) yang juga membawa baju putih. Saya telah menjelma sebagai seorang penyembuh secara langsung maupun tidak langsung. Saya sendiri maupun orang-orang terdekatku pun tidak pernah berpikir bahwa saya akan menjadi seperti ini, namun saya kurang peduli terhadap penilaian orang-orang lain lagi. Saat ini, tujuan terbesar saya adalah menyembuhkan dan membahagiakan semua orang. Mutlak.


Keutuhan pada diri sendiri seseorang diukur dengan tingkah lakunya, bukan profesinya